Minggu, 05 Juli 2009

Memanen Air Hujan Untuk Menghemat Air Tanah

Air merupakan salah satu dari kebutuhan primer masyarakat. Kebutuhan akan air bersih masyarakat Bandung umumnya di suplai oleh PDAM, namun hingga saat ini tidak seluruh masyarakat kota Bandung memperoleh air bersih dari PDAM. Sehingga untuk mendapatkan air bersih diperoleh dari air tanah. Pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan sehari – hari untuk keperluan rumah tangga merupakan hal yang wajar dan aman karena air tanah akan terisi kembali pada saat musim hujan. Namun akan menjadi berbahaya jika terjadi eksploitasi berlebihan terhadap air tanah. Eksploitasi air tanah ini terjadi karena terlalu banyak pihak yang menggunakan air tanah seperti perumahan-perumahan yang tidak berlangganan PDAM dan industri-industri kecil maupun besar yang membutuhkan banyak air setiap harinya. Kedua hal penyebab tersebut, semakin hari jumlahnya semakin banyak di Kota Bandung ini.

Parahnya lagi, pada saat musim hujan yang seharusnya merupakan saat dimana tanah menyerap air, tidak dapat dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan daerah-daerah yang dapat menyerap air kedalam tanah semakin hari semakin berkurang. Pesatnya pembangunan perkotaan telah menggantikan areal persawahan menjadi perumahan, merubah lahan-lahan kosong yang ditumbuhi tanaman menjadi rimba beton dan aspal. Saat terjadi hujan, air menjadi tertahan di permukaan tanah oleh beton jalan raya dll, dan hanya sedikit dapat terserap tanah (infiltrasi), sisanya menjadi air limpasan atau jika dalam jumlah yang cukup banyak mengakibatkan banjir. Namun tentu saja pertumbuhan perkotaan merupakan hal yang positif, dengan syarat tetap memperhatikan dampak terhadap lingkungan

Eksplotasi air tanah dapat menyebabkan tanah menjadi amblas (land subsidence), dan juga akan menyebabkan kesulitan air bersih, karena air tanah tersebut semakin sulit diperoleh, bahkan seperti dikutip dalam Pikiran-rakyat, bandung akan kekurangan air pada 2013. Di daerah Bandung ini sudah berada beberapa daerah yang merupakan daerah krisis air, Pada musim kemarau dibeberapa daerah di bandung dapat dijumpai sumur-sumur warga yang mengering, sehingga untuk menutupi kebutuhan air bersih warga harus membeli air dalam jeriken, dan tentu saja ini akan menambah biaya kebutuhan sehari-hari. Apabila eksploitasi air tanah berlanjut tanpa ada rem, maka krisis air tampaknya akan menjadi kenyataan.

Pemerintah kota Bandung sendiri sebenarnya telah mengetahui kondisi ini dan telah melakukan tindakan-tindakan preventif seperti program penanaman pohon, pembangunan sumur resapan, dan regulasi mengenai penggunaan air tanah. Terlepas dari usaha yang dilakukan oleh pemerintah, terdapat satu potensi lain yang dapat memberikan air bersih, yaitu hujan.

Air hujan yang ditangkap kemudian ditampung (Rain Water Harvesting) dapat dimanfaatkan oleh rumah tangga untuk kebutuhan sehari hari dengan beberapa perlakuan apabila dibutuhkan, atau digunakan industry kecil seperti usaha pencucian motor dan mobil, usaha laundry dll. Dengan disubtitusi oleh air hujan, eksplotasi air tanah dapat direduksi, tidak hanya itu air hujan yang sudah tidak tertampung dalam penampungan (reservoir) dapat dimasukan kedalam tanah dengan menggunakan sumur resapan sehingga dapat menambah persediaan air tanah. Jika tempat penampungan memiliki kapasitas yang besar, air tersebut dapat dimanfaatkan hingga musim kemarau.


Teknologi cukup sederhana namun dapat memberikan manfaat yang nyata. Bahkan dapat dibuat oleh orang yang awam sekalipun, karena proses pembuatanya lebih banyak menggunakan pekerjaan pertukangan. Terlebih lagi kesadaran masyarakat akan air lebih diperlukan daripada penguasaan teoritis secara mendalam metode ini. Namun apabila pembuatanya disertai dengan perhitungan yang cermat dalam penentuan kapasitas penampung, curah hujan, perpipaan dll, tentu akan memberikan hasil yang lebih baik.

Untuk menerapkan cara ini bisa dilakukan dimana saja, adapun tempat yang baik untuk mengaplikasikan cara ini adalah pada bangunan berukuran cukup besar ataupun sarana umum seperti mesjid, gedung serba guna, gedung olah raga dll. Salah satu contoh tempat yang telah mengaplikasikan metode ini adalah bandara Frankfurt di Jerman. Kebutuhan air di bandara ini dipasok dari air hujan yang ditangkap dari atap bandara tersebut kemudian ditampung dalam suatu wadah penampung berukuran besar. Di Jepang masyarakatnya begitu menghargai air, pemanenan air hujan sudah banyak dilakukan di gedung-gedung perkantoran untuk dimanfaatkan untuk mencuci mobil menyiram kebun dll. Bahkan sebuah LSM lingkungan mendesain penampung air di atap gelanggang olah raga sumo yang lusanya mencapai 8.400m2.

Di Indonesia sendiri pemanenan air hujan masih jarang digunakan. Mengingat ketersedian air saat ini bukan merupakan masalah yang paling mendesak, meskipun tanda-tanda krisis air sudah mulai tampak. Dengan menerapkan pemanenan air hujan, sedikitnya ada 2 manfaat bisa didapat.

Pertama adalah penghematan biaya, memang pada saat ini harga dari air bersih tidak semahal harga BBM namun apabila dapat berhemat dari pengeluaran untuk air bersih mengapa tidak. Khusunya di daerah yang biasanya harus membeli air dalam jeriken, juga untuk industri-industri kecil seperti usaha pencucian mobil dan motor dan mobil dan usaha laundry yang setiap harinya banyak membutuhkan air.

Kedua, manfaat untuk lingkungan kita. Pemanenan air hujan dapat mengurangi pemakain dari air tanah. Selama musim hujan dimana air sangat melimpah dapat digunakan langsung ataupun dengan diberikan perlakuan terlebih dahulu jika diperlukan, selebihnya air hujan tersebut ditampung dalam sebuah bak penampungan agar dapat digunakan pada musim kering. Meskipun kebutuhan air pada musim kering tidak dapat dipenuhi seluruhnya dari air hasil penampungan tersebut, tetapi akan sangat berpengaruh terhadap pengurangan penggunaan air tanah. Kembali pada ssat musim hujan, jika bak penampungan telah terisi penuh, air hujan yang telah dipanen dapat disalurkan pada sumur resapan. Sumur resapan ini dapat mengisi kembali air tanah, juga untuk menghindari banjir yang disebabkan air tidak dapat meresap ke dalam tanah.

Jika kita bersikap baik terhadap lingkungan, mungkin lingkungan juga akan bersikap baik terhadap kita, lagipula sebaiknya tidak menunggu bencana datang terlebih dahulu jika tindakan antisipasi dapat mulai dilakukan. (Andri H.K. Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Pertanian, UNPAD / dari berbagai sumber)

1 komentar: